Uji Stabilitas Biogasoline Menggunakan Aditif dari Limbah Glycerol

2025 - Internal

Kebutuhan akan bahan bakar ramah lingkungan terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah kendaraan bermotor di Indonesia. Data Korlantas Polri Februari 2025 mencatat lebih dari 160 juta unit kendaraan telah beredar, di mana sebagian besar masih mengandalkan bahan bakar fosil. Untuk mengurangi ketergantungan tersebut, biogasoline menjadi salah satu alternatif yang menjanjikan. Namun, biogasoline memiliki kelemahan: nilai oktan relatif rendah (88–92) dan titik nyala yang tidak stabil, sehingga berisiko menimbulkan knocking dan penumpukan gum di ruang bakar.

Guna mengatasi kendala tersebut, tim peneliti dari Program Studi Teknik Kimia Institut Teknologi Kalimantan (ITK) mengembangkan aditif berbasis solketal, senyawa turunan glycerol yang dihasilkan dari proses ketalisasi glycerol dengan aseton. Solketal terbukti mampu meningkatkan nilai oktan sekaligus menurunkan emisi NOx dan pembentukan gum. Sayangnya, solketal memiliki keterbatasan kelarutan dalam fraksi hidrokarbon. Pada konsentrasi di atas 15%, senyawa ini cenderung memisah menjadi dua fasa, yang berpotensi menyebabkan kerusakan sistem bahan bakar.

Untuk menjaga kestabilan fasa, peneliti menambahkan alkohol berantai pendek seperti etanol, propanol, atau butanol sebagai ko-pelarut. Melalui ratusan pengukuran kesetimbangan cair-cair (LLE) pada suhu 30–40 °C, didapatkan hasil bahwa etanol 15% memberikan daerah larut tunggal paling luas: mencapai 82% dari keseluruhan diagram fasa. Campuran ini tetap jernih meskipun terpapar suhu tinggi atau kontaminasi air hingga 0,35%.

Uji stabilitas skala pilot selama 60 hari menunjukkan formula optimal 75% biogasoline, 10% solketal, dan 15% etanol mampu menjaga keterhomogenan campuran. Simulasi proses dengan Aspen HYSYS memperkirakan pabrik blending berkapasitas 50.000 ton per tahun dapat beroperasi dengan tingkat pengembalian investasi (IRR) 14%, menjadikan proyek ini menarik secara komersial.

Temuan ini menegaskan bahwa limbah glycerol, yang selama ini kurang dimanfaatkan, dapat diolah menjadi produk bernilai tinggi sekaligus mendukung ekonomi sirkular. Dengan pendekatan ini, Indonesia tidak hanya mengurangi impor aditif sintetik, tetapi juga melangkah lebih dekat menuju target bauran energi terbarukan 23% pada tahun 2025.

Tim Peneliti:

  1. Dr. Eng. Rizqy Romadhona Ginting, S.T., M.T. (Teknik Kimia ITK)
  2. Dr. Eng. Lusi Ernawati, M.Sc. (Teknik Kimia ITK)
  3. Ir. Asful Hariyadi, S.T., M.Eng. (Teknik Kimia ITK)

Manfaat:

  • Pemanfaatan limbah glycerol kategori B3 menjadi aditif bernilai tambah.
  • Peningkatan oktan biogasoline tanpa bahan tambahan fosil.
  • Perluasan pasar dalam-negeri untuk produk samping biodiesel.
  • Pengurangan impor aditif dan emisi NOx kendaraan.
  • Mendukung ekonomi sirkular serta target energi terbarukan nasional.