Dalam rangka mewujudkan target pembangunan berkelanjutan pada tahun 2030, pemerintah Indonesia mengeluarkan peraturan mengenai transisi energi dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan. Biomassa merupakan salah satu sumber energi yang disebutkan dalam peraturan tersebut. Banyak penelitian yang telah membuktikan potensi biomassa menjadi sumber energi terbarukan dengan berbagai macam metode. Teknik konversi biomassa melibatkan dekomposisi senyawa yang terkandung didalamnya yaitu lignoselulosa. Salah satu teknik dekomposisi termal dengan energy demand yang rendah adalah hydrothermal liquefaction (HTL). Metode ini menghasilkan 2 produk utama yaitu bio-oil dan biochar. Biomassa serbuk meranti dipilih sebagai bahan baku utama pada penelitian ini. Keputusan tersebut didasari oleh meranti tergolong sebagai kategori hardwood memiliki jumlah lignoselulosa yang cukup tinggi yaitu 36% hemiselulosa, 30% selulosa dan 28% lignin. Dan juga secara umum, meranti merupakan salah satu kayu khas asal kalimantan timur dengan hampir 50% dari bonggol kayu utuh berakhir menjadi limbah biomassa. Oleh sebab itu limbah serbuk meranti mempunyai potensi yang cukup tinggi untuk di hilirisasi menjadi salah satu limbah biomassa dikonversi menjadi biofuel. Metode HTL dijalankan pada rentang suhu 210 – 330 oC, waktu reaksi 30 – 60 menit dan rasio biomassa 1:15; 2:15; 3:15. Pemilihan rentang suhu ditetapkan berdasarkan diagram fasa pada Kemudian, dilakukan karakterisasi bahan baku dan produk untuk melihat kemampuan pengaruh variasi parameter proses yang dilakukan terhadap degradasi senyawa lignoselulosa yang terkandung. Karakterisasi produk dilakukan menggunakan uji proksimat, degradasi lignoselulosa dan nilai kalor. Hasil analisa fisik menunjukkan perbedaan warna yang cukup signifikan pada bio-oil pada suhu rendah 210 oC dan suhu tinggi 310 oC. Hal tersebut kemungkinan disebabkan pada suhu 310, degradasi lignoseluloa mencapai lapisan terdalamnya yaitu lignin. Selain itu, pada suhu 310oC dengan tekanan >50 bar, air berada dalam kondisi subkritis. Pada kondisi ini air berubah menjadi senyawa non polar, sehingga mampu mendegradasi biomassa dengan konversi yield yang tinggi.